
Pergunakan Hak Pilihmu
Tanggal 17 April sudah semakin mendekat. Ya. Pemilihan Umum untuk memilih Presiden dan wakilnya, DPD, DPR, DPRD tingkat 1 dan 2 tinggal 10 hari lagi. Sudahkah menentukan pilihan? Ada saja yang kemudian mengatakan belum menentukan pilihan karena tidak kenal calon, ada yang merasa bingung karena banyaknya kertas suara, dan berbagai hal yang lain. Di era keterbukaan seperti ini data tentang calon-calon dengan mudah kita dapatkan. Kita juga bisa mengetahui rekam jejak mereka dalam berpolitik, dan bahkan apakah calon itu pernah tersangkut kasus korupsi atau tidak. Sebenarnya tidak ada alasan untuk tidak bisa mengetahui data-data tentang calon, bahkan bisa dengan menggunakan telepon genggam kita. kalau memang serentak, memang ada banyak kertas yang perlu kita cermati dan akan kita tentukan pilihan kita di bilik suara. Yang penting, setelah kita mengetahui data tentang pilihan kita, dan sudah mengetahui di kursi manakah dia akan duduki; presiden wakil presiden, DPD, DPR, DPRD, apakah partainya (jika anggota DPR dan DPRD), siapakah namanya maka kita bisa melakukan hak politik sebagai warga negara dengan baik.
Hanya satu kata … “PILIHANku”
Seorang wanita pergi ke dokternya dengan sebuah daftar keluhan tentang kesehatannya. Dokter itu memeriksanya dengan teliti dan yakin bahwa tidak ada yang tidak beres dengan keadaan fisiknya. Ia mencurigai itu adalah pandangan negatifnya tentang kehidupan, kepahitan dan kebenciannya yang merupakan sebab utama bagi perasaannya itu.
Dibaptis Dan Sidi: Selesesaikah ?
“Saya mau menikah, makanya saya ikut kelas katekisasi”, ujar seorang calon katekisan. Yang lain berkata, “Saya ikut katekisasi karena mama dan papa yang menyuruh! Saya sendiri tidak tahu sebenarnya untuk apa ikut”. Sementara seorang remaja lain, berujar, “Saya ingin jadi orang baik dan dapat lebih mengenal Yesus, sebab selama ini saya malas ke gereja!”. Itulah sebagian percakapan yang ‘terekam’ dari beberapa calon peserta katekisan kurang lebih satu tahun yang lalu. Dari percakapan tersebut jelas sekali ada pemahaman yang kurang tepat –kalau tidak mau disebut keliru- tentang katekisasi. Katekisasi sering dipahami hanya sebagai prasyarat untuk seseorang masuk menjadi anggota gereja. Karena itu, tidak mengherankan jika seorang peserta –katekisan- hanya rajin memelajari bahan katekisasi sebelum ia dibaptis atau sidi. Dan setelah itu ia berhenti belajar atau yang lebih parah lagi tidak mau datang lagi ke gereja atau terlibat aktif dalam pelayanan. Baru ‘muncul’ lagi ketika ia menikah atau membaptiskan dan menikahkan anaknya.