Doa di Tengah Kebisingan

NYANYIAN PEMBUKA

https://youtu.be/madCYx27znI?si=1skfJTo1HCPXR4L_

DOA PEMBUKA

 

BACAAN ALKITAB    Daniel 9: 15-19

 

RENUNGAN

Di kota yang ritmenya ditentukan oleh notifikasi, trending topic, dan FOMO (fear of missing out, perasaan takut jika tidak mengikuti berita atau perkembangan yang ada), doa Daniel dalam bacaan kita hari ini terdengar seperti suara jernih yang memecah bising. 

Ia tidak memoles citra, tidak membela diri. Ia mengingat siapa Allah, “Engkau yang membawa umat-Mu keluar dari Mesir”; ia mengakui kegagalan bersama dengan mengatakan “kami telah berdosa”, lalu memohon: “Bukan karena kebenaran kami, tetapi karena belas kasihan-Mu yang besar.” Di zaman kecepatan informasi dan video-video yang berseliweran lewat sosial media, ini undangan untuk kembali ke kejujuran rohani.

Daniel berdoa “demi nama-Mu.” Di kultur personal branding, ia justru peduli reputasi Allah, bukan jumlah pengikutnya. Fokusnya: wajah Allah kembali menyinari “kota” dan “bait” yang rusak. Kita pun punya “kota” yang retak: relasi, kesehatan mental, ruang publik yang keras, timeline yang muram. Kita datang bukan membawa portofolio kebaikan, tetapi hati yang butuh rahmat.

Ingat karya Allah, bukan hanya capaian diri. Identitas kita berlabuh pada kesetiaan-Nya, bukan metrik digital.

Akui dosa bersama. Alih-alih saling menyalahkan di kolom komentar, kita berkata, “kami”—nyatakan solidaritas dalam pertobatan.

Minta Allah bertindak demi nama-Nya. Biar tujuan kita bergeser dari “aku terlihat baik” menjadi “Allah dimuliakan—banyak orang dipulihkan.”

Mari kita melihat lagi kehidupan kita bersama Tuhan di tengah gempuran media sosial dan informasi. Pertama, hening 10 menit, matikan notifikasi. Doakan kota tempatmu bekerja/berkarya: “Tuhan, dengarlah. Tuhan, ampunilah. Tuhan, bertindaklah—demi nama-Mu.”

Kedua, audit digital. Periksa lagi, postingan mana memicu kemarahan tanpa kasih? Ganti dengan kata yang membangun dan benar. Pikirkan dan renungkan: jika unggahan ini membawa nama-Nya, masih pantaskah dibagikan?

Terakhir, alihkan satu aksi dari publik ke privat: alih-alih mengumumkan kepedulian, mulailah kunjungi, telepon, atau beri dukungan nyata.

Doakan pemimpin kota, pekerja layanan publik, komunitas rentan. Jadilah pembawa damai di obrolan kantor, grup chat, dan jalanan.

“Tuhan, dengarlah. Tuhan, ampunilah. Tuhan, bertindaklah—jangan menunda-nunda”—bukan karena kita layak, tapi karena kasih setia-Nya. Di tengah macet, deadline, dan timeline, biarlah wajah-Nya kembali menyinari kota tempat kita berkegiatan dan juga hati kita. Amin.

DOA SYAFAAT DAN PENUTUP

  • Kaum muda yang kritis dalam berpikir dan bertindak.
  • Kesehatan pribadi dan orang-orang terkasih di cuaca yang tidak menentu.
  • Kondisi Indonesia dan sekitar tempat tinggal kita agar senantiasa ada dalam damai sejahtera Tuhan.
 
 
NYANYIAN PENUTUP

Komentar Anda

Your Email address will not be published.

Arsip Tata Ibadah Harian Keluarga