Bagaimana Aku Tahu Kehendak Allah?

Written by GKI Serpong on . Posted in Cermin

Salah satu sifat manusia adalah memiliki rasa ingin tahu. Setiap kita mempunyai perilaku rasa ingin tahu tentang „segala sesuatu‟. Yang berbeda, adalah apa yang ingin diketahui dan kadar keingin-tahuannya. Yang ingin diketahui bukan saja apa yang terjadi saat ini dan di sini, tetapi juga apa yang pernah terjadi di masa lampau. Tetapi manusia memang tidak cukup puas hanya tahu masa kini dan masa lampau, kita juga ingin tahu tentang masa depannya; apa yang akan terjadi di masa mendatang, bagaimana nasib saya? Tidak mengherankan jika kemudian manusia melakukan berbagai usaha, misalnya dengan ramalan atau mimpi. Ada orang yang percaya dengan buku primbon yang diyakini bisa mengartikan mimpi. Kalau mimpi tertimpa duren berarti mau dapat rezeki, kalau mimpi digigit ular berarti mau dapat jodoh. Ada orang yang percaya dengan rajah tangan, bahwa di telapak tangan ada garis-garis cinta, usia, dan nasib. Kalau garis cintanya patah-patah pertanda akan patah hati; kalau garis usianya panjang pertanda panjang umur, kalau garis nasibnya bengkok berarti „madesu’ (masa depan suram), dan kalau tangan gatal, berarti mau dapat uang banyak dan sebagainya.Salah satu sifat manusia adalah memiliki rasa ingin tahu. Setiap kita mempunyai perilaku rasa ingin tahu tentang „segala sesuatu‟. Yang berbeda, adalah apa yang ingin diketahui dan kadar keingin-tahuannya. Yang ingin diketahui bukan saja apa yang terjadi saat ini dan di sini, tetapi juga apa yang pernah terjadi di masa lampau. Tetapi manusia memang tidak cukup puas hanya tahu masa kini dan masa lampau, kita juga ingin tahu tentang masa depannya; apa yang akan terjadi di masa mendatang, bagaimana nasib saya? Tidak mengherankan jika kemudian manusia melakukan berbagai usaha, misalnya dengan ramalan atau mimpi. Ada orang yang percaya dengan buku primbon yang diyakini bisa mengartikan mimpi. Kalau mimpi tertimpa duren berarti mau dapat rezeki, kalau mimpi digigit ular berarti mau dapat jodoh. Ada orang yang percaya dengan rajah tangan, bahwa di telapak tangan ada garis-garis cinta, usia, dan nasib. Kalau garis cintanya patah-patah pertanda akan patah hati; kalau garis usianya panjang pertanda panjang umur, kalau garis nasibnya bengkok berarti „madesu’ (masa depan suram), dan kalau tangan gatal, berarti mau dapat uang banyak dan sebagainya.

Secara alami, kita memang tidak mau hidup dalam ketidakpastian. Kita cenderung akan berupaya mencari jawab atas misteri, teka-teki, dan rahasia yang terjadi dalam kehidupan ini. Oleh karena itu, kita bisa memahami mengapa buku atau film yang berbicara tentang masa depan selalu saja laris manis di pasaran, selalu menjadi best-seller maupun box-office. Dan jangan lupa seminar-seminar tentang masa depan, khususnya tentang akhir zaman juga selalu diminati dan „dibanjiri‟ orang. Hal ini tentu wajar-wajar saja, sebab sejak awal, memang manusia diciptakan Tuhan dengan kemampuan bertanya. Pertama, ia bertanya dengan matanya yaitu dengan cara melihat dan memperhatikan sekitarnya, kemudian bertanya dengan tangannya yaitu dengan cara menyentuh, meraba, dan memegang sekitarnya, dan terakhir bertanya dengan mulutnya yaitu dengan akalnya.

Salah satu pertanyaan klise namun tetap aktual dan relevan untuk kita saat ini adalah: “Bagaimana mengetahui kehendak atau rencana Allah?” Pertama yang harus kita tahu dan ingat adalah bahwa kehendak Allah pada setiap kita bukanlah sesuatu yang sudah jadi, sudah final, dan statis. Bukan seperti baju atau kemeja yang sudah jadi, tinggal dipilih dan dipakai. Kehendak Allah lebih mirip seperti gambar puzzle, teka-teki yang potongan-potongan sudah tersedia, tetapi kita masih harus mencari dan menggumulinya terus-menerus. Seperti yang terjadi pada Abraham dan Musa misal-nya. Abraham mengetahui kehendak Allah: ia harus pergi, namun Allah tidak memberinya peta. Ia hanya harus terus berjalan dengan mengarungi banyak ketidakpastian. Satu-satunya yang ia pegang dan miliki hanyalah janji Allah; bahwa Allah akan menyertai dan menyediakan segalanya kepadanya.

Demikian pula Musa. Musa mengetahui kehendak Allah: “Bawalah umat-Ku pergi! Ke tanah perjanjian yang berlimpah susu dan madunya.” Namun toh, Allah membawanya lewat jalan berputar, 40 tahun lamanya. Dan selama perjalanan tersebut Musa mencari terus walaupun ia sendiri pada akhirnya tidak pernah sampai tujuan.Memang ada yang menganggap bahwa mencari kehendak Allah itu amat mudah dan sederhana. Cukup berdoa dan baca Alkitab. Berdoa, maka Allah pasti menjawab; baca Alkitab maka kita akan segera menemukan kehendak Allah. Orang pacaran misalnya, ia ingin tahu pacarnya jodoh yang ditetapkan dari Tuhan atau bukan, kemudian ia berdoa. Hampir dapat dipastikan bahwa ia tidak akan mendengar suara dari surga yang mengatakan, “Hei, ia memang jodohmu, lanjutkan hubunganmu!” atau “Ia bukan jodohmu. Putuskan ia sekarang juga!” Betul, bahwa Allah bisa bicara dan bekerja menyatakan kehendak-Nya lewat doa dan firman-Nya yang ada di dalam Alkitab. Namun kehendak Tuhan seringkali harus kita cari dan gumuli terus-menerus. Apa jaminannya bahwa apa yang kita dengar lewat doa dan firman Tuhan sungguh-sungguh keluar dari Allah atau bukan berasal dari suara hati kita semata? Kehendak Allah dalam Alkitab seperti halnya yang terjadi pada Abraham dan Musa hanyalah berupa perintah untuk berjalan dalam iman, bukan sebuah peta perjalanan yang sudah ada yang tinggal djalani.

Mencari kehendak dan rencana Allah memang tidak mudah, tetapi kita pasti dapat menemukannya. Asal ada usaha sungguh-sungguh dan kerendahan hati untuk mau disapa oleh firman-Nya. Seorang bapa gereja, Agustinus, pernah mengatakan bahwa untuk mencari kehendak Tuhan seperti orang yang sedang tenggelam dan tergagap-gagap berusaha mencari udara untuk dihirup. Harus penuh kesungguhan dan perjuangan. Dan jangan lupa, ujian yang paling besar dan berat untuk mengetahui kehendak Allah adalah ketika kehendak Allah ternyata berbeda dengan kehendak kita. Kehendak Tuhan memang harus dicari, dikenali, tetapi juga ditaati, betapapun tidak sesuai dengan keinginan, harapan, dan impian kita. Kehendak Tuhan harus dipercaya dan ditaati betata pun tidak masuk dalam logika, akal, dan pikiran kita. Sebab kehendak-Nya selalu yang terbaik dan yang terindah, kendati untuk mencarinya kadang dan bahkan seringkali menempuh jalan yang panjang, berat, terjal, dan berliku. Selamat mencari, percaya, dan menaati kehendak-Nya.


© arsado (Cermin - Warta Jemaat, 4 Maret 2018)