“Dilarang Malas !”
Membaca judul di atas mungkin sebagian dari kita akan merasa aneh, apalagi jika kita melihat tulisan seperti itu terpampang di tempat umum. Semakin terasa aneh. Itulah juga yang saya rasakan ketika saya pertama kali melihatnya menghiasi ruang lobby sebuah kantor. Dalam hati segera saya mengatakan, “aneh-aneh saja si pemilik kantor ini”. Sebab, selama ini yang biasa saya jumpai di tempat-tempat umum adalah tulisan-tulisan: “Dilarang Merokok”, “Dilarang Buang Sampah di Sini”, “Dilarang Membuat Gaduh”, “Dilarang Parkir di Depan Pintu”, “Dilarang Kencing di Sini”, dan dilarang-dilarang yang lain. Belum pernah saya menjumpai tulisan yang berbunyi “Dilarang Malas!”, kecuali di kantor tersebut.Membaca judul di atas mungkin sebagian dari kita akan merasa aneh, apalagi jika kita melihat tulisan seperti itu terpampang di tempat umum. Semakin terasa aneh. Itulah juga yang saya rasakan ketika saya pertama kali melihatnya menghiasi ruang lobby sebuah kantor. Dalam hati segera saya mengatakan, “aneh-aneh saja si pemilik kantor ini”. Sebab, selama ini yang biasa saya jumpai di tempat-tempat umum adalah tulisan-tulisan: “Dilarang Merokok”, “Dilarang Buang Sampah di Sini”, “Dilarang Membuat Gaduh”, “Dilarang Parkir di Depan Pintu”, “Dilarang Kencing di Sini”, dan dilarang-dilarang yang lain. Belum pernah saya menjumpai tulisan yang berbunyi “Dilarang Malas!”, kecuali di kantor tersebut.
Tentu, orang yang memasangnya punya alasan khusus, sehingga tulisan itu terpampang di sana. Bisa jadi karyawan yang ada di kantor itu adalah orang-orang yang mudah malas, sehingga diharapkan tulisan itu dapat mengingatkan mereka. Namun, bisa juga dengan tulisan tersebut, si pemilik kantor ingin menyampaikan sebuah pesan singkat kepada para tamu yang datang ke kantor itu. Terlepas dari apa yang menjadi alasan dari orang yang memasangnya, saya merasa sangat setuju dengan pesan yang terkandung dalam tulisan itu, “Dilarang Malas!”
Kemalasan adalah salah satu hal yang harus dihindari dan dilawan. Amsal 6:6-8 menyuruh orang yang malas untuk belajar dari semut. Sekalipun mereka tidak ada pemimpinnya, tidak ada pengaturnya, dan tidak ada penguasanya, mereka tetap rajin mengerjakan apa yang menjadi bagian tugas mereka. Dengan gigih, mereka tetap bekerja dan berjuang mengumpulkan makanan. Mereka tidak memberi ruang pada kemalasan dengan alasan apapun. Kegigihan semut yang demikian inilah yang - oleh penulis Amsal - dijadikan acuan untuk mengajak setiap umat Tuhan melawan kemalasan yang terkadang muncul dalam hidup.
Kemalasan adalah awal dari stagnasi (kemandegan) hidup. Orang yang malas, hidup-nya tidak akan pernah bisa berhasil dan berkembang. Bahkan kitab Amsal mengatakan bahwa kemalasan hanya akan mendatangkan kemiskinan dan kekurangan (Amsal 6:11). Hal ini sudah banyak terbukti dalam kehidupan di sekeliling kita. Karena memberi ruang pada kemalasan, banyak anak sekolah yang pada akhirnya tidak dapat lulus ujian atau naik kelas. Karena malas mengerjakan tugas-tugas kantor, tidak sedikit para pekerja yang mengalami kesulitan untuk naik jabatan, bahkan tak jarang orang kehilangan pekerjaan hanya karena kemalasan yang dipelihara terus menerus dalam hidupnya. Bagaimana dengan kita hari ini? Malaskah kita mengerjakan tugas-tugas kita? Malaskah kita melakukan tanggungjawab kita? Tempelkanlah slogan “Dilarang Malas!” dalam hati kita dan rasakan perubahan dalam hidup kita! Tuhan memberkati.
deonata’18 (Cermin - Warta Jemaat, 28 Desember 2018)