Berkarya Teguh dalam Usia Muda
Grandprix Thomryes Marth Kadja. Namanya tidak termasuk lazim bagi masyarakat Indonesia. Ternyata prestasinya juga tidak lazim. Ia seorang mahasiswa Institut Teknologi Bandung (ITB) yang berusia 24 tahun. Namun dalam usia itu ia telah memperoleh gelar doktor (S3). Capaian ini dicatat dalam rekor MURI dan membuat orang kagum melihat kiprahnya. Kagum, sekaligus kaget, karena ternyata anak bangsa ini juga mempunyai potensi hebat yang layak dibanggakan.Grandprix Thomryes Marth Kadja. Namanya tidak termasuk lazim bagi masyarakat Indonesia. Ternyata prestasinya juga tidak lazim. Ia seorang mahasiswa Institut Teknologi Bandung (ITB) yang berusia 24 tahun. Namun dalam usia itu ia telah memperoleh gelar doktor (S3). Capaian ini dicatat dalam rekor MURI dan membuat orang kagum melihat kiprahnya. Kagum, sekaligus kaget, karena ternyata anak bangsa ini juga mempunyai potensi hebat yang layak dibanggakan.
Apa yang membuatnya bisa mendapat gelar prestisius dalam usia yang tergolong muda? Salah satu hal yang menurutnya mendorong kesuksesannya adalah ketekunannya menjalani segala sesuatu dengan senang hati. Ia senang bereksperimen, dan merasa puas ketika hipotesisnya berhasil dibuktikan. Hal ini tak jauh berbeda dengan kiat sukses yang pernah diungkapkan mendiang Steve Jobs, CEO Apple, “Do what you love and love what you do”. Kerjakan segala yang engkau senangi dan senangi apa yang engkau lakukan.
Pencapaiannya pada usia muda hendaknya menginspirasi kaum muda berkarya. Tentang usia mudanya ini ia bertutur, “Jangan minder karena masih muda. Justru (yang muda) yang harus menjadi contoh bagi orang lain”. Hal ini mengingatkan kita pada pesan Paulus kepada Timotius, “Jangan seorang pun menganggap engkau rendah karena engkau muda. Jadilah teladan bagi orang-orang percaya, dalam perkataanmu, dalam tingkah lakumu, dalam kasihmu, dalam kesetiaanmu, dan dalam kesucianmu.” (1 Timotius 4.12)
Di kalangan GKI juga ada seorang muda yang tak kalah hebatnya. Christian Freddy Naa, seorang penatua GKI Cimahi, baru berusia 31 tahun. Gelar doktornya diraih dalam usia 30 tahun, juga di ITB. Hidupnya diwarnai usaha memperjuangkan gerak kaum muda (khususnya gereja) supaya bisa menunjukkan buah yang membangun dan mengembangkan kehidupan, terutama di bumi Indonesia. Ia juga seorang yang menginginkan kaum muda bertumbuh dan bergerak sesuai dengan kekuatan mereka.
Tidak sedikit orang menganggap usia muda sebagai tanda ketidakmatangan. Namun orang-orang muda semacam ini membuktikan bahwa persepsi ini tak sepenuhnya benar. Justru mereka mempunyai potensi yang besar membuat hidup di atas bumi ini lebih baik. Mereka bisa mengubah dunia!
Usia muda yang dimaksud di sini tidak hanya berlaku bagi orang yang tahun-tahun hidupnya masih sedikit. Usia muda bisa juga artinya masa berkarya. Misalnya seorang berusia 65 tahun ditempatkan sebagai seorang pelayan baru di gereja. Mungkin usianya tidak lagi disebut muda. Namun pengalamannya di bidang barunya masih sedikit. Tak jarang karena hal ini seseorang merasa ragu unjuk kemampuan demi kebaikan orang lain. Mungkin karena takut mendengar komentar orang lain. Mungkin juga karena takut salah melakukan ini dan itu.
Akan tetapi jika kita belajar dari kesuksesan kaum muda, tidak ada hal yang dapat merintangi kita jika ingin berbuat baik. Sejauh kita terus belajar dari Tuhan dan menghidupi nilai-nilai kebenaran, tak ada yang mustahil diraih. Muda bukan tanda lemah. Muda belum tentu tidak bisa. Muda tidak identik dengan kealpaan. Sebaliknya, muda bisa mendatangkan kebanggaan, asal kita mau!
YeeNWe (Cermin, Warta Jemaat, 24 September 2017)