Saat Teduh

Written by GKI Serpong on . Posted in Cermin

Saat Teduh mungkin sebuah istilah yang sering kita dengar dan kita tahu. Tapi seringkali susah menemukan makna dari momen „saat teduh‟ itu. Biasanya sebelum memulai ibadah Minggu, ada masa-masa di mana jemaat mengambil momen saat teduh secara pribadi. Biasanya juga setelah khotbah disampaikan, ada momen saat hening yang tidak begitu lama karena langsung ada persembahan pujian. Biasanya juga ketika pengakuan dosa, umat diberi kesempatan untuk berdoa secara pribadi kepada Tuhan.

Biasanya, ketika ada dalam suasana hening tiba-tiba ada yang berdeham. Katanya, kalau sudah ada yang berdeham itu artinya sudah saatnya saat teduh atau momen hening itu selesai. Mengapa begitu? Mungkin deham itu hanya respons fisik karena batuk yang tak tertahan. Namun yang unik, kalau saya perhatikan, jika ada satu orang berdeham maka berdeham itu akan dilanjutkan oleh orang lain. Entah sengaja atau tidak, tapi itu sering terjadi. Seakan-akan berdaham itu menular. Seakan-akan itu jadi tanda fisik yang menujukkan kegelisahan atas suasana yang hening itu.

Apakah ini hanya terjadi di gereja? Ternyata tidak! Salah satu artikel lepas di forum kompasiana.com juga menyatakan hal yang sama ketika shalat Jum‟at. Ketika shalat berjamaah, ada momen di mana sahut-sahutan deham ini terjadi. Kalau sudah ada satu orang yang berdeham, maka ada orang lain yang juga berdeham. Yang sering terjadi adalah berdeham dengan pola ascending, makin lama suaranya makin kencang. Apakah ini trend? Atau ini hanya keisengan belaka? Solusinya, mungkin perlu ditambahkan himbauan demikian: “Demi menjaga ketenangan ibadah, mohon meminum obat batuk sebelum ibadah dimulai.”

Mengapa harus ada saat teduh atau saat hening? Saat hening atau saat teduh adalah momen untuk kita menenangkan diri sebelum (atau sesudah) memasuki ibadah, baik pribadi maupun komunal di gereja. Ini tentu tidak menjadi tradisi tanpa makna. Kita lihat apa yang dilakukan Tuhan Yesus dalam Markus 1: 35, “Pagi-pagi benar, waktu hari masih gelap, Ia bangun dan pergi ke luar. Ia pergi ke tempat yang sunyi dan berdoa di sana.” Tuhan Yesus memelihara komunikasi pribadi dengan Bapa-Nya secara rutin. Momen yang menjadi saat teduh bagi-Nya adalah pagi-pagi sekali di tempat yang sunyi. Mengapa pagi hari? Mengapa di tempat yang sunyi? Apakah saat teduh harus berdoa?

Mengapa pagi hari? Pagi hari adalah waktu sebelum memulai perjalanan mengabar-kan Injil kepada banyak orang. Sebelum melakukan pekerjaan-Nya, Tuhan Yesus memberi waktu untuk berdoa kepada Tuhan. Di sini kita bisa tahu bahwa penting untuk menyediakan waktu khusus untuk berkomunikasi dengan Tuhan. Ketika di gereja, momen saat teduh atau saat hening adalah sebelum ibadah di mulai dan setelah mendengarkan khotbah. Ini mau menyatakan bahwa momen-momen itu disediakan supaya kita mempersiapkan diri berkomunikasi dengan Tuhan lewat ibadah dan perenungan Firman Tuhan.

Mengapa di tempat yang sunyi? Tempat yang sunyi dan udara pagi yang segar memberikan keteduhan, bukan hanya suasana luar tapi juga dalam pikiran dan perasaan. Rangsangan kesegaran dan keteduhan dari luar diri kita akan mempengaruhi perasaan dan pikiran kita. Perasaan nyaman dan terjaga (bukan terkantuk-kantuk) ini menunjukkan kesiapan fisik kita untuk berkomunikasi dengan Tuhan. Seringkali yang menjadi masalah adalah sulitnya menemukan tempat yang sunyi di sekitar kita. Pagi-pagi langsung dihadapkan dengan persiapan untuk melakukan aktivitas: masak, mandi, membereskan tugas yang belum selesai, dan lain-lain. Ini membuat kita sulit menemukan waktu untuk sunyi dan tenang. Bersyukur bahwa Gereja memberikan momen ini untuk umat yang datang. Bersyukur bahwa masih ada kesempatan untuk bisa menenangkan diri dari semua aktivitas.

Apakah saat teduh harus berdoa? Kalau merujuk pada Markus 1: 35, tentu saat teduh ini dipakai Tuhan Yesus untuk berdoa kepada Bapa-Nya. Saat teduh memberikan kita ruang untuk berbicara kepada Allah, merasakan kehadiran Allah dalam momen ibadah (pribadi maupun komunal). Upaya menutup mata, melipat tangan, dan berdoa dalam hati tentu menjadi hal yang baik. Yang keliru adalah ketika dengan sengaja atau tidak sengaja berdeham di saat teduh atau saat hening. Maka dari itu, mari kita maknai saat teduh atau saat hening di gereja untuk bisa benar-benar menenangkan diri bersama Tuhan.


@manda_ruyo (Cermin - Warta Jemaat, 23 Juli 2017)