KUCCHA atau PUCKHA

Written by GKI Serpong on . Posted in Cermin

Stanley Jones, misionaris kawakan yang lama bekerja di India, bercerita tentang salah seorang anggota “ashram” yang di pimpinnya, seorang wanita terpelajar dari kasta tinggi, yang baru saja kematian suaminya. Tentu saja ia berduka, namun ia terus saja bekerja seperti biasa, seolah-olah kematian itu tiada membekaskan luka.Stanley Jones, misionaris kawakan yang lama bekerja di India, bercerita tentang salah seorang anggota “ashram” yang di pimpinnya, seorang wanita terpelajar dari kasta tinggi, yang baru saja kematian suaminya. Tentu saja ia berduka, namun ia terus saja bekerja seperti biasa, seolah-olah kematian itu tiada membekaskan luka.

Beberapa wanita Sikh yang tinggal diperkampungan sekitar datang kepadanya untuk mengatakan, “Anda membuat kami takjub. Orang lain hancur berkeping-keping diterjang duka, tetapi Anda tidak. Apakah semua orang Kristen seperti Anda? Kalau ya, maka agama Anda sungguh PUCKHA, sedangkan agama kami KUCCHA.”

Bila diibaratkan roti, “KUCCHA” berarti masih mentah, “belum dipanggang”; dan “PUCKHA” berarti “sudah matang”. Sebuah jalan tanah adalah “KUCCHA”, jalan yang telah licin diaspal adalah “PUCKHA”. Mangga muda yang masih asam itu “KUCCHA”, sementara yang manis dan ranum disebut “PUCKHA”.

Menurut penglihatan wanita-wanita sederhana itu, kekristenan itu “PUCKHA”, sudah matang; siap pakai dan yang terutama: ia tahan banting; tahan uji. “… sama dengan orang yang bijaksana, yang mendirikan rumahnya di atas batu. Kemudian turunlah hujan dan datanglah banjir, lalu angin melanda rumah itu, tetapi rumah itu tidak rubuh sebab didirikan di atas batu” (Mat. 7 : 24-25).

Secara kasat mata, kekristenan pada dasarnya sama saja dengan agama-agama lain. NAMUN, toh ada yang membuatnya berbeda secara esensial dari yang lain, yaitu “BATU” di mana kekristenan itu berdiri. “Sesungguhnya, Aku meletakkan di Sion sebuah batu yang terpilih, sebuah batu penjuru yang mahal, dan siapa yang percaya kepada-Nya tidak akan dipermalukan” (1 Pet 2:6). “BATU” itu adalah Yesus Kristus. Dialah yang membuat kekristenan “PUCKHA”, tidak “KUCCHA”.

Mempunyai Kristus sebagai “tulang punggung”, seharusnya membuat kita umat yang “PUCKHA” tidak “ KUCCHA”. Dasar yang diletakkan Allah itu teguh dan materainya ialah: “Tuhan mengenal siapa kepunyaan-Nya”(2 Tim.2:19).Sungguh,tak ada jaminan yang lebih kuat daripada pernyataan ini. Amin.


MFNT (Cermin - Warta Jemaat, 09 Juli 2017) Sumber: Buku: 365 anak tangga menuju Hidup Berkemenangan oleh:Eka Darmaputra, hal 520-521