“Menjadi Pribadi Yang Beritegritas”
Sebagai bagian dari bangsa ini, sebentar lagi kita akan menentukan pilihan kita dalam sebuah pesta demokrasi. Pemilihan legislatif dan pemilihan presiden beserta wakilnya akan segera digelar di negeri ini. Di tengah maraknya persiapan menjelang pemilihan pemimpin di negeri ini, tak jarang kita mendengar kalimat “Kami butuh seorang pemimpin yang memiliki integritas”. Tatkala kita mencermati penjelasan tentang kalimat ini, kita mendapati bahwa yang dimaksud pemimpin yang memiliki integritas adalah pemimpin yang tidak hanya omdo (omong doang), melainkan yang mau melakukan apa yang ia katakan atau janjikan. Jadi, orang yang berintegritas adalah orang yang memperlihatkan kesatuan antara kata dan perbuatan. Kehadiran seorang pemimpin yang berintegritas tentu menjadi bagian yang penting bagi kemajuan bangsa. Namun, jikalau hanya pemimpinnya yang berintegritas, sementara masyarakatnya tidak, maka kemajuan dan perubahan bangsa tidak akan terjadi. Sebab kemajuan sebuah bangsa tidak hanya ditentukan oleh keberadaan pemimpinnya, melainkan juga ditentukan oleh attitude masyarakatnya.
Jika kita mau jujur, memang negeri kita ini dalam berbagai aspek dan aras kehidupan sosial, mengalami kekurangan orang yang berintegritas. Di tengah keluarga, anak-anak kehilangan figur orang tua yang berintegritas, yang menjadi panutan, yang dapat dipercaya, yang perkataan dan nasihat-nasihatnya menyatu dengan perbuatannya. Orang tua lebih senang memberi peraturan kepada anak-anaknya, tetapi mereka sendiri melanggar aturan itu. Di sekolah, para murid kehilangan figur guru yang pantas diteladani. Sebab para guru lebih senang berbicara dan enggan memberi contoh. Mereka mengajarkan agar murid berbicara sopan dan saling menghormati; namun para guru sendiri sering berkata kasar, mengancam, dan tidak menghormati muridnya. Di tempat ibadah, orang-orang yang dianggap sebagai pemuka agama, cenderung hanya bisa mengajar dengan baik dan bersemangat, namun minim keteladanan dalam praktik.
Masyarakat kita ini kelihatannya memang sedang kehilangan integritas diri. Kita membanggakan diri sebagai bangsa yang religius dan hidup toleran, tetapi berbagai bentuk pertikaian antar agama tidak kunjung reda di negeri ini. Situasi seperti ini tidak cukup hanya diselesaikan dengan mencari pemimpin yang berintegritas. Dibutuhkan kesediaan setiap anggota masyarakat mengubah budaya. Dari hidup yang tidak berintegritas menuju pada hidup yang berintegritas. Dari yang sekadar bisa ngomong baik, menuju pada masyarakat yang juga bisa berbuat baik. Sebab itu, tugas kita, sebagai bagian dari masyarakat negeri ini tidaklah cukup dengan memilih pemimpin yang berintegritas, melainkan kita pun harus terus belajar untuk menjadi pribadi yang berintegritas di mana pun kita berada.Sebab itu, seruan yang relevan bagi Gereja saat menjelang pemilihan umum saat ini adalah Gereja dipanggil menjadi masyarakat eksemplaris (contoh) di tengah situasi yang terjadi saat ini. Gereja dipanggil untuk menjadi komunitas yang setiap anggota dan simpatisannya terus belajar menjadi pribadi yang berintegritas dalam hal apa pun. Sebab masa depan bangsa ada di tangan kita, bukan hanya di tangan pemimpin kita.
Deonata'19 (Cermin - Warta Jemaat, 10 Februari 2019)