Kristus Raja
Di dalam tahun liturgi gereja, kebaktian minggu ini kita kenal sebagai Minggu Kristus Raja. Secara liturgis Minggu Kristus Raja menjadi penutup atau puncak dari seluruh lingkaran tahun liturgi. Seminggu setelahnya gereja kemudian memasuki masa Adven yaitu minggu awal tahun liturgi. Dengan demikian pemaknaan akan Minggu Kristus Raja tidak bisa terlepas dari keseluruhan putaran waktu tahun liturgi gereja. Di dalam perputaran tersebutlah umat di ajak dalam sebuah proses perjalanan keselamatan di dalam perjalanan waktu kehidupan. Apabila dalam Minggu-minggu Advent, sebagai awal tahun liturgi, kita menghayati keberadaan waktu liturgis dalam spiritualitas mempersiapkan kedatangan Tuhan Yesus sebagai Juruselamat. Melalui peziarahan iman dalam lingkaran tahun liturgi, kita dipimpin memasuki perjalanan spriritualitas yang menuju kepada pengakuan iman, bahwa Kristus adalah Raja yang akan datang kembali kelak dalam kuasa dan kemuliaan-Nya pada saat akhir zamantiba. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa seluruh peziarahan Gereja dimahkotai dengan pengakuan iman Kristus Raja semesta alam.
Pada tahun ini kita merayakan Minggu Kristus Raja dalam perspektif Injil Tahun B. Sebagaimana diketahui bahwa penekanan Injil pada setiap tahun liturgi Minggu Kristus Raja memiliki penekanan tersendiri. Minggu Kristus Raja dalam injil tahun A (Matius) memberi tekanan pada kabar kedatangan Kristus sebagai Raja dengan kemuliaan-Nya untuk mengadili manusia dengan penuh kasih pada akhir zaman. Pada tahun C (Lukas) penekanan ada pada Kristus yang tersalib sebagai Raja yang membawa keselamatan abadi. Lalu bagaimana dengan penekanan pada tahun B? Pada tahun ini kita merefleksikan Minggu Kristus Raja melalui pengalaman batin umat beriman dalam memaknai dan menghayatai percakapan Yesus dihadapan Pilatus: “Kerajaan-Ku bukan dari dunia ini.” Apa makna perkataan ini dan bagaimana kita sebagai umat juga memahami dan menghayatinya hingga sampai kepada sebuah pengakuan iman Yesus Kristus adalah Raja.
(Cermin - Warta Jemaat, 25 Nopember 2018) disadur dari Buku Dian Penuntun edisi 26, ditulis oleh Pdt. Rinto Tampubolon