Jadi Warga Gereja Yang Baik? Bagaimana Caranya?

Written by GKI Serpong on . Posted in Cermin

Minggu lalu gereja ini mengadakan survey elektronik pertama kalinya sepanjang sejarah. Beberapa pertanyaan disampaikan demi mengetahui pikiran dan perasaan anggota/warga jemaat selama bergereja di sini. Rupanya cukup banyak juga yang mengisinya. Sungguh menarik melihat angka yang masuk sehingga bisa dijadikan dasar menganalisis kekurangan dan kelebihan yang ada di sini. Sampai beberapa minggu ke depan masih akan dilakukan survey semacam ini, dengan kategori pertanyaan yang berbeda. Diharapkan semakin banyak partisipasi anggota jemaat.

Apa tujuan diadakan survey ini? Dari publikasi yang sudah beredar, kalimat yang digunakan untuk mengungkapkan maksud pelaksanaan survey adalah, “ … demi GKI Serpong yang lebih baik”. Tentunya setiap upaya yang dilakukan demi perbaikan perlu diapresiasi alias dihargai. Salah satu bentuk penghargaan yang diharapkan ada-lah mengisi survey secara jujur.

Dalam sebuah tulisan di harian KOMPAS 20 September 2018 lalu dituliskan bagaimana sebuah bangsa bisa mengukur tingkat kemajuannya. Menariknya, ulasan itu menyebutkan bahwa penentu keberhasilan bangsa itu mencapai kemajuan bukan-lah kompetensi atau kemampuan presidennya. Alasannya adalah karena “tugas utama presiden adalah memimpin (to lead), bukan mengurus (to manage) pemerintahan.” (Yudi Latif, dosen Universitas Negeri Yogyakarta). Jadi yang menentukan kesuksesan pembangunan bukanlah presidennya.

Lalu siapa dong? Jawabnya mungkin mudah ditebak. Seluruh komponen bangsa (termasuk sistemnya) yang menjalankan roda pembangunan. Semua yang MAU terlibat dan PUNYA hati (sense of belonging) demi kebaikan bersama. Semua yang dalam organisme tergerak secara terus-menerus memikirkan kemajuan bangsa. Semua yang mengupayakan kerja sama terarah berdasarkan instruksi sang pemimpin.

Kita bisa menyejajarkan gereja seperti negara. Di dalam gereja juga ada pemimpin, yakni Majelis Jemaat. Setiap anggotanya mempunyai masa kerjanya 3 tahun. Setelah itu berganti satu demi satu. Majelis Jemaat juga bertugas memimpin (baca: melayani) warga jemaat. Survey yang diberlakukan minggu lalu itu merupakan salah satu upaya Majelis Jemaat mengetahui bagaimana membangun GKI Serpong ke arah yang lebih baik.

Dalam rangka itu dibutuhkan kerja sama dari anggota-anggotanya (Dalam Alkitab, soal ini dicerminkan melalui tulisan Paulus di 1 Korintus 12-27). Mulai dari menjawab pertanyaan hingga kemudian nantinya diharapkan bisa ikut melibatkan diri dalam organisme ranah kerohanian ini. Survey baru satu langkah awal. Masih banyak langkah yang perlu ditempuh agar kemajuan jemaat menjadi nyata.

Selain survey, tentunya Majelis Jemaat juga berharap anggota jemaat bekerja sama mewujudkan hal-hal yang dipandang baik bagi perkembangan gereja ini. Salah satunya adalah mencermati himbauan-himbauan yang disampaikan dalam berbagai media, mulai dari warta tayang (dalam ibadah Minggu), warta cetak yang biasa dibagikan (dan masih butuh banyak perubahan – misalnya tataletak, efisiensi, sampai pada keakuratan data), atau media lain seperti grup Whatsapp (yang makin menjamur dan mendarah daging).

Himbauan demi himbauan sudah banyak diserukan. Mulai dari himbauan mendisiplinkan diri melalui aturan-aturan main bergereja seperti tertib persyaratan menikah atau menjadi anggota jemaat, membaptiskan anak. Demikian pula himbauan yang sifatnya menjaga kedamaian dan keselarasan dengan warga non-gereja, seperti menaati rambu parkir, menuruti arahan petugas parkir, atau membawa tas kecil ke gereja demi alasan keamanan. Yang terbaru, soal memasuki kompleks Giri Loka beserta aturan yang menyertainya, yakni menitipkan KTP demi keamanan sekitar. Hal ini tentu dipandang perlu dan penting sebab berkait dengan hubungan gereja dengan masyarakat, yang ikut menentukan keberlangsungan hidup gereja ke depan. Jika kita teledor, bisa jadi masyarakat menaruh antipati terhadap kita dan tidak lagi mendukung kehadiran gereja di tengah mereka. Hal ini tentu tidak kita harapkan.

Beragam himbauan tentu masih akan disampaikan di waktu mendatang, demi kebaikan dan perkembangan hidup bersama kita di gereja ini. Tentunya kita tidak hanya berharap dapat menjalankan fungsi ritual keagamaan (baca: ibadah) di gedung gereja ini, tetapi juga menginginkan kehidupan yang penuh kedamaian bagi semua makhluk. Demi tujuan itulah Majelis Jemaat terus menghimbau warga jemaatnya.

Jadi membuat survey dan menyebarkannya belum cukup membuat kepemimpinan Majelis Jemaat berhasil mendatangkan perubahan dan peningkatan kinerja pelayanan terhadap warganya. Partisipasi kita menjawab survey juga baru memperlihatkan sedikit peran kita ikut memperhatikan masa depan gereja ini. Langkah berikutnya – walau masih dalam skala kecil – adalah ikut memperhatikan dan mendukung himbauan Majelis Jemaat melalui ketaatan dan kerja sama yang baik. Semoga kita tidak menjadi batu sandungan karena kehendak atau egoisme kita lebih diutamakan. Belajarlah dari Yesus – yang taat (menurut catatan Paulus dalam Filipi 2.5-8) – sehingga hasil karya-Nya layak dimuliakan.

Kalau begitu, bagaimana sebaiknya sikap kita? Bekerja sama dengan Majelis Jemaat melalui sikap menuruti himbauan bisa menjadikan gereja ini terus melangkah, memperbarui diri. Memang itulah yang kita dambakan, supaya seturut dengan tulisan Paulus dalam Efesus 4.15 kita “dengan teguh berpegang kepada kebenaran di dalam kasih kita bertumbuh di dalam segala hal ke arah Dia, Kristus, yang adalah Kepala.” Setuju? 


YeeNWe (Cermin - Warta Jemaat, 23 September 2018)