• foto2
  • gki7

Jadwal Ibadah Minggu


 GKI SERPONG
Ibadah Umum     
 ♦  Onsite  :  Minggu - 06:00 | 08:00 | 10:30 | 17:00 WIB
 ♦  Streaming : youtube logo
Ibadah Kategorial
 ♦  Batita : Minggu - 08:00 | 10:30 WIB
TK A & TK B : Minggu - 08:00 | 10:30 WIB
Anak (Kelas 1 - 6 SD) : Minggu - 08:00 | 10:30 WIB
The Blessing Kids (TBK) : Minggu - 10:30 WIB
Tunas Remaja : Minggu - 10:30 WIB
Remaja : Minggu - 08:00 WIB
Pemuda : Sabtu - 17:00 WIB (Minggu ke-1 & 3)
Komisi Usia Lanjut : Sabtu - 16:00 WIB (Minggu ke-2)
Lokasi : Click Here

 POS JEMAAT CIKOLEANG
Ibadah Umum : Minggu - 09:00 WIB
Ibadah Kategorial    
Balita : Minggu - 09:00 WIB
Anak : Minggu - 09:00 WIB
Remaja & Pemuda : Minggu - 07:00 WIB
Lokasi : Click Here

 POS KEBAKTIAN FORESTA
Ibadah Umum : Minggu - 09:00 WIB
Ibadah Kategorial    
Balita : Minggu - 09:00 WIB
Anak : Minggu - 09:00 WIB
Lokasi : Click Here

 POS KEBAKTIAN NUSA LOKA
Ibadah Umum : Minggu - 07:00 WIB (Minggu ke-2 & 4)
Lokasi : Click Here

Merdeka: Dari dan Untuk Apa ?

Written by GKI Serpong on . Posted in Cermin

Ada kisah tentang seorang penjual ikan yang hendak berjualan ikan segar di pasar. Ia memasang papan pengumuman bertuliskan “Di Sini Jual Ikan Segar”. Tetapi tidak lama kemudian seorang pengunjung mempertanyakan tulisannya, “Mengapa kau tuliskan „Di Sini‟? Bukankah semua orang sudah tahu kalau kau berjualan di tempat ini bukan di tempat lain?” “Benar juga!” pikir si penjual ikan, lalu dihapusnya kata „Di Sini‟ dan tinggallah tulisan „Jual Ikan Segar‟. Namun sayang, lagi-lagi, datang pengunjung kedua yang juga memerotes tulisannya, “Mengapa kau pakai kata „Segar‟? Bukankah semua orang sudah tahu kalau yang kau jual adalah ikan segar, bukan ikan busuk atau ikan „tiren‟?” “Benar juga!” pikir si penjual ikan, lalu dihapusnya kata „Segar‟ dan tinggallah tulisan „Jual Ikan‟. Tidak lama kemudian, datanglah pengunjung ketiga yang juga tidak senang dengan tulisannya. “Mengapa kau tulis kata „Jual‟? Bukankah semua orang sudah tahu kalau ikan ini untuk dijual, bukan sekedar untuk dipamerkan?” Si penjual berpikir, “Benar juga!”, lalu ia menghapus kata „Jual‟ dan tinggallah kata „Ikan‟. Selang beberapa waktu kemudian, datang pengunjung berikutnya, yang juga tidak tertarik dengan tulisannya. “Mengapa kau tulis kata „Ikan‟? Bukankah semua orang sudah tahu kalau ini ikan bukan daging, buah atau sayur?” “Benar juga!”, pikir si penjual ikan, lalu diturunkannya papan pengumuman itu.

Kisah di atas hanyalah fiktif dan tidak pernah benar-benar terjadi. Namun demikian pesan yang hendak disampaikan jelas dan tegas, bahwa tidak enak rasanya kalau kita tidak bebas melakukan apa yang kita inginkan. Menderita dan sakit rasanya kalau kita tidak bisa mewujudkan apa yang kita impikan dan dambakan. Ya, coba saja bayangkan, bagaimana rasanya kalau kita tidak boleh berkomunikasi atau berelasi dengan orang yang kita kasihi dan cintai beberapa waktu lamanya? Atau tanyakan kepada anak-anak kita zaman ‘now’ jika seandainya mereka dilarang untuk memegang gawai (gadget), menonton siaran TV, ataupun bermain games, padahal mereka sangat menyukai dan menikmati semua aktivitas tersebut? Sudah barang tentu hidup yang seperti itu laksana dipenjara bukan? Tidak bisa dan tidak boleh melakukan apa-apa sesuka dan semau kita. Dan siapa sih yang „betah‟ dipenjara? Hidup terkekang dan terbelenggu. Tidak bisa apa-apa dan ke mana pun kita mau.

Bukankah itu pula yang kita bayangkan ketika hidup dalam penjajahan dan perbudakan. Tidak bebas dan berdaulat mengatur dan menentukan nasib sendiri. Mau makan sulit, mau sekolah susah, mau bekerja harus menjalani kerja paksa tanpa diupah. Semuanya masih dikendalikan dan dikuasai oleh orang lain. Sebab itu, dapat diduga dalam kondisi seperti itu kita ingin merdeka, ingin bebas, dan mengatur diri sendiri. Ya, itulah yang juga terjadi dengan kemerdekaan bangsa yang kita cintai ini. Dulu, kita menderita karena dijajah dan diperbudak bangsa lain, tapi kini kita sudah merdeka. Ini semua berkat perjuangan para pahlawan bangsa dan tentu terutama berkat anugerah Tuhan, sebagaimana yang diyakini pula dalam Mukadimah UUD 1945. Lalu, apa peran dan tugas kita sebagai warga negara yang sudah merdeka dan dimerdekakan? Bagaimana kita memaknai arti merdeka kini dan di sini?

Ada yang mengatakan bahwa jiwa nasionalisme sebagian warga negara saat ini sudah mengalami krisis. Tidak lagi bangga dan cinta bangsa sendiri. Disinyalir semakin berkurang semangat anak-anak muda masa kini yang mengikuti berbagai lomba di hari kemerdekaan RI, semakin menurunnya kebanggaan untuk menggunakan produk dalam negeri,dan yang menyukai tarian, lagu, dan budaya bangsa. Padahal salah satu yang paling khas dari bangsa kita adalah kemajemukannya. Terdiri dari puluhan ribu pulau, ratusan suku bangsa dan bahasa daerah, dan sekian agama besar di dunia. Semuanya ada di negeri kita. Berbeda-beda tetapi tetap satu. Tidak semua negara bisa bertahan dengan kemajemukannya, seperti negeri kita.

Hari Jumat yang lalu, bangsa kita sudah memasuki usia 73 tahun. Kalau disamakan dengan usia manusia, tentu sudah tergolong lanjut. Seharusnya sudah tinggal merasakan dan menikmati hasilnya. Tapi toh, kita masih tetap harus bekerja keras. Mengejar ketertinggalan dari bangsa lain. Konon, Korea Selatan yang merdeka selisih hanya dua hari dengan kita, dulunya lebih „miskin‟ dari Indonesia –karena berbagai konflik dan perang- tapi kini sudah lebih „kaya‟ dari Indonesia. Padahal, mereka tidak merayakan kemerdekaan semeriah kita. Mereka hanya mengibarkan bendera, tidak ada umbul-umbul, spanduk, lomba-lomba, apalagi peringatan yang meriah. Tapi apakah itu berarti mereka tidak atau kurang cinta terhadap negara mereka? Tentu tidak! Mereka cinta negara mereka tapi dengan cara nyata melalui kerja keras.

Ya, dengan kerja keras. Itulah yang bisa membuat bangsa kita kelak menjadi bangsa yang maju. Tanggung jawab kita sebagai warga negara adalah dengan menghilangkan budaya instan dan malas. Menggantikannya dengan budaya kerja keras dan pantang menyerah. Kita memang sudah merdeka, tapi benarkah kita sungguh-sungguh sudah merdeka dari keinginan daging, egoisme egosentrisme, dan nafsu keduniawian kita? Sudahkah kita bebas dari sikap yang sering membelenggu dan memenjarakan diri kita sendiri seperti materialisme, hedonisme, individualisme dan sisi negatif iptek? Merdeka bagi kita masa kini berarti bebas dari hal-hal negatif, destruktif, atau apapun yang bisa merasuk dan merusak kita sebagai orang-orang yang sudah dimerdekakan oleh Kristus. Rasul Paulus pernah menulis kepada jemaat Galatia, “Saudara-saudara, memang kamu telah dipanggil untuk merdeka. Tetapi janganlah kamu mempergunakan kemerdekaan itu sebagai kesempatan untuk kehidupan dalam dosa, melainkan layanilah seorang akan yang lain oleh kasih” (Gal. 5:13). Merdeka berarti menjadi orang kristiani yang bebas dan bertanggung jawab mempergunakan segala waktu, talenta dan seluruh hidup kita bagi pembangunan masyarakat dan bangsa ini serta untuk kemuliaan Tuhan. Selamat merayakan dan mengisi HUT RI, dan... MERDEKA! “SEKALI MERDEKA TETAP MERDEKA”!


© arsado (Cermin - Warta Jemaat, 19 agustus 2018)

AgusWijaya
Pdt. Agus Wijaya
Yosi
Pdt. Yosias N Wijaya
Marfan
Pdt. Marfan F Nikijuluw
YonatanW
Pdt. Yonatan Wijayanto
EnosBayu
Pdt. Enos Bayu Setiyadi
Manda
Pdt. Manda L Dandel

Info Kontak: GKI Serpong

Giri Loka 2 Jl. Gunung Merbabu Blok R
BSD City Serpong

Koordinat GPS: 5:60 16,58,7" E: 1060 40' 16.6"
Telp (021)-5370366, Fax : (021)-5372125
WA: 0818-0442-1991

Email : This email address is being protected from spambots. You need JavaScript enabled to view it.

Badan Hukum

 

GEREJA KRISTEN INDONESIA SERPONG
Badan Hukum : SK Dirjen Bimas Kristen Depag. RI No: DJ III/Kep/HK.00.5/55/719/2007
DEPAG : NOMOR DJ III/Kep/HK.00.5/64/977/2004

Pengunjung

Flag Counter