Kawan Sejalan
Pemilihan kepala daerah sudah selesai. Beberapa daerah sudah menetapkan kepala daerah terpilih. Beberapa masih mengadakan verifikasi. Di tengah itu semua, agenda 2019; pemilihan presiden mulai ramai dibicarakan. Partai-partai mulai mencari calon presiden dan wakil presiden, tokoh-tokoh partai mulai mengadakan dialog dan pertemuan. Beberapa orang yang lain dengan terang-terangan maupun malu-malu mulai mengajukan diri sebagai presiden atau wakil presiden.
Nuansa politik mulai mewarnai segala hal. Apapun kalau bisa dijadikan sebagai komoditas politik. Kritik, pandangan, bahkan pendapat ilmiah pun bisa diatur untuk mendukung pandangan politik. Banyak hal yang tidak murni. Apapun bisa dipolitisasi.
Ketika kita melihat pemilihan kepala daerah yang baru saja berakhir memperlihatkan kepada kita bagaimana cairnya kebersamaan antar partai di Indonesia. Relasi-relasi yang ada bisa demikian cair. Partai-partai yang saling berhadapan di tingkat nasional, di daerah tertentu bisa menjalin koalisi, sebaliknya partai-partai yang sejalan di tingkat nasional, di daerah lain bisa menjadi lawan.
Ya itulah politik Indonesia; tidak ada lawan yang sejati dan tidak ada kawan yang sejati, yang ada adalah kepentingan sejati.
Bagaimana dengan kehidupan manusia? Apakah kita pun juga mempunyai prinsip yang sama dalam hidup kita? Apakah kita mempunyai prinsip bahwa “tidak ada lawan yang sejati dan tidak ada kawan yang sejati, yang ada adalalah kepentingan sejati”?
Kita memang mengenal ungkapan : “Manusia adalah srigala bagi sesamanya”, dan itulah juga prinsip kehidupan yang seringkali terjadi dalam hidup kita. ada banyak orang yang “Senang kalau orang lain susah, susah kalau orang lain senang”. Apakah orang beriman juga menjadi makhluk yang seperti itu?Orang beriman bukankah mestinya berubah dari apa yang biasa terjadi dalam hidup manusia pada umunya? Pengenalan dan pergaulan akrab dengan Kristus menjadikan pembaharuan budi kita (Roma 12 : 2). Pembaharuan budi mestinya menjadikan kita mampu untuk mempunyai pikiran dan perasaan seperti Kristus dalam hidup kita. Pembaharuan budi menjadikan kita mempunyai hidup baru sebagai ucapan syukur atas keselamatan yang Tuhan berikan kepada kita, dan kita menjadi manusia yang bersedia menjadi sahabat bagi orang lain dalam hidup kita.
Tuhan Yesus Kristus sebagai teladan kita menyatakan :Tidak ada kasih yang lebih besar dari pada kasih seorang yang memberikan nyawanya untuk sahabat-sahabatnya. (Yoh 15:13)Dan Tuhan Yesus telah melakukannya untuk dunia, termasuk untuk kita dengan memberikan nyawa – Nya bagi dunia yang berdosa. Penebusan – Nya menjadikan dunia diselamatkan. Jikalau Tuhan sudah menjadi sahabat yang memberikan nyawa – Nya, bukankah kita mestinya juga bisa menjadi sahabat bagi orang lain dalam hidup kita?Mari, kita menjadi kawan sejalan bagi siapapun yang kita temui dalam kehidupan kita sehingga mereka merasakan kasih Tuhan dalam perjumpaan kita dengan setiap orang.
AW (Cermin - Warta Jemaat, 29 Juli 2018)