Di Antara Dua Advent

Written by GKI Serpong on . Posted in Cermin

Advent? Ya... Siapa yang tidak atau belum pernah mendengarnya? Sebagian besar dari kita sudah tidak asing lagi dengan ‘kata’ itu. Advent sering dijadikan sebagai nama gereja, sekolah, rumah sakit, toko buku, yayasan atau organisasi, atau bahkan menjadi nama orang. Namun demikian, sesuatu yang sering kita dengar, belum menjamin bahwa kita akan tahu artinya apalagi memaknainya dalam kehidupan iman kita. Itu sebabnya, tidak mengherankan jika masih banyak umat yang sudah belasan atau mungkin puluhan tahun merayakan Adent masih bertanya seputar Advent. Mengapa harus empat minggu? Apa artinya simbol lilin advent? Mengapa harus berwarna ungu dan/atau pink? Kita tahu bahwa sebelum merayakan Natal, kita merayakan empat minggu Advent. Advent berarti kedatangan. Advent berarti mengingat kembali kedatangan Yesus sebagai Sang Putera Natal, Sang Mesias, untuk menyelamatkan kita. Tetapi Advent juga berarti mempersiapkan diri dalam menanti kedatangan kembali Yesus sebagai Sang Hakim bagi dunia ini.Advent? Ya... Siapa yang tidak atau belum pernah mendengarnya? Sebagian besar dari kita sudah tidak asing lagi dengan ‘kata’ itu. Advent sering dijadikan sebagai nama gereja, sekolah, rumah sakit, toko buku, yayasan atau organisasi, atau bahkan menjadi nama orang. Namun demikian, sesuatu yang sering kita dengar, belum menjamin bahwa kita akan tahu artinya apalagi memaknainya dalam kehidupan iman kita. Itu sebabnya, tidak mengherankan jika masih banyak umat yang sudah belasan atau mungkin puluhan tahun merayakan Adent masih bertanya seputar Advent. Mengapa harus empat minggu? Apa artinya simbol lilin advent? Mengapa harus berwarna ungu dan/atau pink? Kita tahu bahwa sebelum merayakan Natal, kita merayakan empat minggu Advent. Advent berarti kedatangan. Advent berarti mengingat kembali kedatangan Yesus sebagai Sang Putera Natal, Sang Mesias, untuk menyelamatkan kita. Tetapi Advent juga berarti mempersiapkan diri dalam menanti kedatangan kembali Yesus sebagai Sang Hakim bagi dunia ini.

Itu sebabnya dalam rumusan liturgi gereja kita, sambutan atau respon umat setelah pembacaan Alkitab bukan ‘Haleluya’, melainkan ‘Maranatha’. Maranatha berarti “Tuhan kami, datanglah!”. Maranatha adalah sebuah doa, undangan, dan permohonan agar Kristus yang pernah datang di malam Natal itu kembali datang ke dunia. Oleh karena itu, secara sederhana dapat dikatakan bahwa Maranatha adalah Advent kedua. Jadi sesungguhnya, saat ini, kita berada di antara dua masa, yaitu masa kedatangan Kristus sebagai Anak Manusia di Betlehem dan kedatangan-Nya sebagai Hakim yang Agung di masa mendatang. Kita hidup di antara kedua tonggak sejarah ini, yaitu di antara yang sudah dan yang akan: Kristus yang sudah datang dan Kristus yang akan datang kembali.

Masalahnya sekarang, adalah bagaimana kita menyambut kedatangan-Nya? Yang jelas, kedatangan Kristus ribuan tahun lalu disambut beragam oleh manusia dan dunia ini. Ada para gembala yang membawa diri mereka, hati, dan waktu mereka. Para gembala yang pada waktu itu digolongkan sebagai profesi hina dan warga kelas dua, serta dipandang sejajar dengan orang kafir dan sampah masyarakat, justru langsung melakukan ‘action’. Mereka bertindak dengan cepat pergi melihat apa yang terjadi seperti yang diberitakan Tuhan kepada mereka melalui malaikat. Ada pula para majus yang datang dengan persembahan emas, kemenyan dan mur. Mereka yang dari dari negeri asing, dan menempuh perjalanan jauh dengan melewati medan berat dengan segala tantangannya, datang untuk bertemu Sang Raja baru. Baik para gembala yang mewakili golongan yang sederhana dan para majus yang mewakili golongan terpelajar datang menyambut kedatangan Kristus dengan tekad menyembah dan memberi hidup dan diri mereka hanya bagi hormat dan kemuliaan-Nya.
Sekarang bagaimana dengan kita saat ini? Apa sikap kita dalam menyambut kedatangan-Nya? Apakah kita sudah sungguh-sungguh siap menyambut-Nya? Bagaimana kita merayakan kedua masa penantian ini? Suasana atau sikap hati yang bagaimana yang harus ada dan yang perlu kita persiapkan, sehingga masa penantian ini sungguh-sungguh mempunyai makna bagi kita? Saya yakin setiap kita pasti pernah menanti atau menunggu, entah seseorang atau sesuatu, baik menunggu siapa dan menunggu apa. Yang jelas menunggu dianggap sebagai pekerjaan yang paling membosankan, apalagi jika kita menunggu yang serba tidak pasti kapan datangnya. Kita sepakat bahwa salah satu pengalaman hidup yang paling tidak enak adalah hidup dalam ketidakpastian. Ke sini tidak, ke sana pun tidak. Atau ke sini ya, ke sana ya.

Sesungguhnya minggu-minggu Advent mengingatkan bahwa hakikat hidup orang Kristen adalah seperti itu, yaitu berada dalam situasi yang ‘tidak enak’, yang penuh dengan ketidakpastian. Namun demikian, minggu Advent juga ingin mengatakan bahwa masa sekarang bukanlah ‘sebuah akhir’, tetapi masa ‘selang antara’. Kita sedang menunggu atau menanti kedatangan kembali Tuhan, yang selalu membawa perubahan dan pengharapan. Itu sebabnya warna liturgi yang dipakai gereja adalah warga ungu. Ungu adalah simbol pertobatan, tetapi sekaligus juga pengharapan. Oleh karena itu, minimal sekarang kita tahu apa sebabnya jika Advent kadang atau bahkan sering terasa hambar. Sangat boleh jadi, itu karena kita kurang mengharapkan kedatangan dan kehadiran-Nya, karena kita kurang merasa membutuhkan Dia. Kita merasa masih bisa menguasai, memiliki, dan mengatasi segala sesuatu tanpa tuntunan dan pertolongan-Nya. Advent hendak mengingatkan betapa kehidupan kita sangat bergantung dari kehadiran Sang Sumber Kehidupan dan Kekuatan Sejati kita.

Bukankah seringkali terjadi dan berulang kali terjadi, Allah turun tangan justru ketika kita angkat tangan, Allah campur tangan justru ketika kita lepas tangan? Kiranya Tuhan yang menolong dan memampukan kita untuk semakin memaknai Advent-Nya.


© arsado (Cermin - Warta Jemaat, 10 Desember 2017)