Seperti apakah aku memaknai hidupku?

Written by GKI Serpong on . Posted in Cermin

Ada pendapat yang mengatakan bahwa hidup ini ibarat sebuah buku. Ada bagian pembukaan, isi, dan penutup. Ada waktu manusia dikandung dan ada di dalam kehidupan, ada waktunya ia dilahirkan dan menjalani kehidupan, ada waktunya ia mati dan mengakhiri kehidupan ini. Pendapat ini memudahkan kita memahami kehidupan sebagai perjalanan yang ada awal dan ada akhirnya. Manusia tidak dapat menentukan apa yang berada di awal dan di akhir (hidupnya), namun manusia ikut menentukan apa yang berada di antaranya. Isi dan kualitas hidup amat dipengaruhi oleh manusia yang menjalaninya.

Pemahaman ini juga mengajak kita melihat bahwa isi dan kualitas hidup bukanlah takdir. Isi dan kualitas hidup sangat ditentukan oleh bagaimana manusia memberi makna pada hidup itu sendiri. Jika hidup dimaknai sebagai anugerah, maka ia dijalani dengan rasa syukur. Jika hidup dimaknai sebagai kesempatan, maka ia dijalani dengan tanggung jawab. Jika hidup dimaknai sebagai penderitaan, maka ia dijalani dengan sungut-sungut. Jika hidup dimaknai sebagai perjuangan, maka ia dijalani dengan kerja keras.

Minggu ini adalah Minggu terakhir di tahun 2018. Ada banyak hal yang telah kita lewati dalam kehidupan kita di tahun 2018 ini. Sampai di penghujung tahun ini, marilah kita bertanya pada diri kita masing-masing : seperti apakah kita memaknai hidup kita? Akhir-akhir ini banyak orang yang kehilangan makna hidup. Hidup hanya dijalani sebagai waktu yang berjalan rutin, seiring dengan kegiatan-kegiatan rutin yang mengisinya. Tidak heran, banyak orang terjebak pada kehidupan yang membosankan. Mencari kesenangan di sana sini: berapa pun akan dibayar, dan ke mana pun akan dicari, asal didapatkan kesenangan. Tetapi setelah itu, apa yang didapatkan?

Dalam masyarakat kota besar dengan tingkat ekonomi yang baik, banyak orang mengisi akhir tahun dengan membayar kesenangan melalui perayaan yang mahal. Hotel-hotel berbintang selalu dipenuhi pengunjung. Para penyanyi terkenal jadwalnya selalu padat. Rumah makan sibuk menyuguhkan makanan yang harganya melangit. Tidak kalah ramainya, para pedagang trompet ikut kebagian rezeki. Tapi, setelah itu, apa yang didapatkan?

Sekali lagi, seperti apakah Saudara memaknai hidup Saudara? Lihatlah kembali perjalanan keseharian Saudara di tahun 2018 yang akan berakhir ini. Selamat berefleksi.... 


Deonata (Cermin - Warta Jemaat, 30 Desember 2018)